TAJ - Tragedi di Balik Tanda Cinta Abadi - Prolog




Catatan Penulis:

Masa lalu adalah prolog bagi masa kini. Peristiwa- peristiwa tragis yang terjadi tiga ratus tahun yang lalu masih terus bergaung di India modern.
Konflik berkepanjangan antara orang-orang Hindu dan Muslim-dan pembentukan negara Pakistan- kemungkinan besar disebabkan oleh tindakan Aurangzeb, anak lelaki Shah Jahan dan Arjumand.
Semua karakter dalam novel ini- kecuali Murthi, Sita, dan anak-anak mereka benar-benar hidup tiga abad yang lalu, tetapi aku yakin bahwa seorang lelaki seperti Murthi pernah hidup dan wafat saat membangun Taj Mahal, bersama-sama dua puluh dua ribu orang lain.
Ada seorang lelaki bernama Isa yang berjalan di bawah bayang-bayang Mughal Agung Shah Jahan. Selain namanya, tidak ada lagi kisah tentangnya yang bisa diketahui.
Saat dibangun, makam akbar di Agra disebut Mumtaz Mahal.
Tetapi, berabad-abad kemudian, karena erosi waktu dan kenangan, bangunan itu hanya dikenal dengan nama Taj Mahal. Jali, tabir, yang mengelilingi sarkofagus Arjumand dan Shah Jahan dikenal sebagai hasil karya ukiran terbaik di seluruh India.
Dalam novelku, bab-bab yang bernomor ganjil menceritakan tahun 1607-1630, dan merupakan kisah kehidupan Shah Jahan dan Arjumand: kisah cinta mereka, pernikahan mereka, dan penobatan resmi Shah Jahan sebagai Mughal Agung. Bab-bab bernomor genap mengungkapkan kisah dan 1632-1666 dan mendeskripsikan tahun-tahun kekuasaan Shah Jahan setelah itu: pembangunan Taj Mahal, kisah Murthi, dan pemberontakan Aurangzeb terhadap ayahnya. Selain itu, diberikan juga tanggal berdasarkan sistem kalender Islam tradisional, tahun Hijriyah.

 

                         PROLOG

PROLOG

1150/1740 Masehi

Hujan menghantam bumi dengan sangat deras. Saat itu tidak dapat ditentukan, apakah masih siang atau sudah malam; waktu bergulir begitu cepat, tak terasa, bagaikan manusia dan binatang diterkam oleh kebutaan. Tidak ada yang bisa didengar kecuali suara sungai, menggemuruh dan menggelegar bagaikan naga raksasa Sang Syiwa. Bumi bagaikan pecah berkeping-keping di bawah kedahsyatan hujan dan hampir pasrah akan nasib manusia, binatang, tanaman, dan rumah, seakan tak mampu lagi menanggung mereka yang membebaninya.

Dari bawah sebuah lengkungan batu raksasa, seekor monyet dunia lama menatap ke luar, ke arah tirai air yang terbentuk. Selama hidupnya, ia tidak pernah menyaksikan kedahsyatan seperti ini, dan di wajah sinisnya yang berkerenyit, ada selarik ketakutan. Bulu-bulunya tertidur, berwarna cokelat-jingga gelap bersemburat kelabu, dan di tempat-tempat yang bulunya terlepas tampak kulit

sang monyet yang berwarna hitam; bekas-bekas gigitan, yang sudah lama dan sudah sembuh, mengoyak dagingnya dalam lengkung-lengkung bekas luka. Di dekat dinding batu berkerumun beberapa ekor kera yang terdiri dari lima belas kera langour. Ia bukan anggota kelompok itu. Mereka tampak anggun, langsing, dan berbulu mengilap; sementara sang monyet itu gemuk dan jelek, tetapi ia telah membunuh pemimpin mereka sehingga saat ini mereka tunduk kepadanya. Ia menjaga mereka dengan penuh kesungguhan, dan mereka menerima kekuasaannya dengan pasrah. Dengan keempat kakinya, sang monyet berjalan. Hujan menerpa punggungnya, bagaikan murka karena keangkuhan sang monyet, tetapi bukannya berteduh, ia malah bergerak menuju tangga sebuah taman yang terbengkalai. Kelima belas kera langour yang ketakutan terhadap badai, juga ketakutan jika ditelantarkan, menjerit-jerit. Lalu, dengan putus asa, mereka mengikuti sang pemimpin. Sang monyet tua tampaknya tidak peduli pada kericuhan di belakangnya. Ia memerhatikan air mancur yang membanjir dan ubin yang terbenam di bawah tanaman perdu rapat; ia mengambil sekeping ubin yang patah dan melemparkannya ke air mancur.

Di bawah tembok, sang monyet duduk di atas kaki belakangnya dan memicingkan mata untuk memandang sebuah bangunan luas berwarna putih bersih, yang tampak dalam kegelapan. Sesuatu menjulang tinggi seperti bukit, membelah malam yang menyelimuti. Sepertinya benda itu tidak hanya

menghalangi kegelapan pantai, tetapi juga bagaikan menolaknya, sehingga tampak menyerupai sebuah aura terang di antara tembok-temboknya dan malam kelam. Ia tidak menaiki tangga, tetapi mengitarinya, waspada untuk tidak melakukan kebiasaan lama. Akhirnya, setelah yakin, ia menemukan sebuah pijakan di ubin marmer dan melompat naik ke sebuah fondasi batu.

Ada celah di tebing itu, tempat kegelapan menyelinap masuk, dan ia mengikutinya, melangkah hati-hati di atas serpihan-serpihan marmer yang tersebar di lantai. Air hujan juga bisa masuk, meninggalkan kubangan-kubangan air. Ia mengendus ke-lembap-an dan kekosongan, tetapi juga mencium aroma wangi dupa—ia tidak menyukainya—kemudian bau manusia, yang masam dan tidak enak. Ia penasaran dan tidak takut. Sang monyet melangkah lebih jauh, menapaki dedaunan kering, dan melihat sebuah tabir yang dipahat dan dihias dengan indah, melompat cepat ke atas, menghindari celah-celah yang terbuka di ubin marmer.

“Siapa itu” sebuah suara terdengar.

Sang monyet membeku, mendengarkan suara sebuah tongkat yang berdetak ribut. Seorang pria muncul dari lantai bawah, lemah, renta, dan buta.

“Ah, ternyata kau. Aku bisa mengendus baumu. Kemari, kau tak perlu takut kepadaku.”

Suara orang itu bergema. Suara hujan tidak dapat menembus keheningan di dalam ruangan tertutup itu. Sang monyet mengamati pria itu,

mengetahui dia buta dan tidak berbahaya, dan teman-teman sang monyet pun sudah berkumpul di sekelilingnya, mengibaskan air dari bulu-bulu mereka yang lembap.

“Tidak ada makanan di sini. Hanya ada batu, dan siapa yang bisa makan batu? Aku telah menyentuh semua benda di sini, semua dingin dan licin, seperti permukaan air es. Aku tidak tahu tempat apa ini, atau mengapa tempat ini dibangun. Bisakah kau menceritakannya kepadaku, Hanuman?”

Sang monyet menggaruk-garuk dadanya dan mengabaikan pria itu.

“Kau sendiri juga tidak tahu. Bagimu, seperti juga aku, tempat ini hanyalah tempat berteduh dari hujan.

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "TAJ - Tragedi di Balik Tanda Cinta Abadi - Prolog"

Terimakasih atas kunjungan anda. Mohon tidak copy paste artikel yg ada di blog ini, terimakasih

 
Copyright © 2015 HimE aiMe - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top