TAJ - Tragedi di Balik Tanda Cinta Abadi - Bab 1 Part 3






--Arjumand--

Lalu, dia menghilang. Aku ingin dia tetap di sini, duduk selamanya, tanpa perlu berbicara. Kehadiran dirinya, sosoknya yang menjelma, sudah cukup untuk menyembuhkan sakitku dan membuatku nyaman. Aku melirik punggungnya, yang bergerak di antara kerumunan, kemudian menghilang dari pandanganku. Dia telah pergi, pertemuan kami serasa tidak nyata, hanya dalam mimpiku, dan aku masih menunggu semua ini kembali nyata.

Isa mengumpulkan tumpukan kecil perhiasanku dan memandang berkeliling, mencari sehelai kain untuk membungkusnya.

“Ini,” aku membuka syal sutraku yang berwarna kuning pucat dengan pinggiran bersulam benang emas, dan dengan hati-hati membungkus perhiasanku di dalamnya. Aku menalikan simpulnya dengan tidak terlalu erat, kemudian memberikannya kepada budakku.

“Hitung uangnya,” kata Isa. “Kau sungguh beruntung, Agachi. Sepuluh ribu rupee Hanya seorang pangeran yang bisa begitu baik.”

Tiba-tiba aku merasa resah. Aku memutar leherku untuk mencari Shah Jahan. Bagaimana jika ada seorang gadis lain, di tenda lain, yang juga menerima jumlah uang yang sama? Aku tahu itu tidak akan terjadi, tetapi aku tidak bisa menahan rasa penasaranku.

“Isa. Pergilah dan cari tahu apakah Pangeran masih ada di taman. Cepat”

Dari tatapan Isa, aku tahu dia mengetahui apa yang sedang kupikirkan. Kegembiraan dan kepedihan tidak bisa kusembunyikan. Aku tidak terlindung oleh cadar. Isa menyelinap di antara kerumunan; aku menggenggam kantong koin yang menjadi simbol kenyamananku. Tiba-tiba, aku menyadari para perempuan lain di sekelilingku, tenda-tenda di seberang jalan, tenda-tenda di sisi yang lain, dan yang ada di belakangku. Aku dikelilingi tatapan mereka. Tak mungkin aku tidak bisa merasakan kecemburuan mereka. Rasa iri yang pahit terpancar dari mata mereka, dan meskipun mereka tersenyum saat tatapanku beradu dengan tatapan mereka, aku bisa merasakan hawa dingin yang menguasai hati mereka. Mereka hanya melihat kekasihku sebagai Pangeran Shah Jahan, dan yang juga mereka lihat hanyalah bayangan mereka sendiri dari cermin emas. Mereka tidak bisa menatap jauh ke dalam, tidak bisa menatap menembusnya; hasrat akan kekayaan menguasai mereka. Kekasihku hanyalah sekantong emas di tanganku, kekuasaan kesultanan yang tak terbatas, dia adalah Shah Jahan, Penakluk Dunia. Mata mereka membuatku merasa kotor; mereka ingin memercayai bahwa aku bersiasat dan penuh perhitungan, melancarkan jampi-jampi manis yang telah mereka latih, memikatnya dengan ramuan sihir yang bisa mengikat hatinya.

“Dia sudah pergi, Agachi. Dia pergi sendirian.”

“Mengapa dia pergi?”

“Agachi, tidak ada orang yang bisa memberi tahu pergerakan Shah Jahan kepada seorang pelayan hina. Aku hanya mengetahui dia pergi.” Isa ragu-ragu. “Setiap orang tahu, dia telah membeli perhiasanmu dengan harga sepuluh ribu rupee. Beberapa orang percaya, harganya sama dengan satu lakh. Aku mengatakan kepada seorang idiot, harganya sama dengan sepuluh lakh.” Dia tertawa sendiri. “Apakah kau ingin terus di sini?” Satu lakh sama dengan satu juta.

“Untuk apa? Ayo kita pulang.”

Aku tidak bisa tidur. Udara masih terasa panas, pengap dengan bau dupa dan dengung nyamuk-nyamuk yang mengganggu. Aku merasa dikuasai sesuatu.

Cinta itu pedih, terasa seperti kerinduan yang tidak tercapai. Dunia meranggas dan mati, orang-orang menghilang, hanya dia yang ada. Diriku bagaikan terbagi dalam dua kutub: tubuhku terkubur dalam getaran, denyutan, dan kesakitan; perasaan dan pikiranku melayang ke arah lain. Manusia yang mencintai hidup dalam keberadaan yang terpisah, yang tidak bisa mereka kendalikan. Perasaan ini ringan, lalu terkubur ketakutan; diriku melayang, kemudian tenggelam dalam kegelapan; semua bagaikan bernyanyi, kemudian menghilang, menjadi air mata perpisahan yang pahit. Harapan, harapan, harapan, adalah suara detak jantungku.

Aku mendengar Ladilli datang saat cahaya sudah berubah menjadi kelabu pudar. Dia menyelinap ke tempat tidurnya dan berbaring terdiam. Aku berpura-pura tidur, tetapi merasakan kehadiran orang lain di sisi tempat tidurku, mendengar denting lembut gelang kaki, dan desir kain sutra yang jelas. Aku mengintip dan melihat Mehrunissa berdiri di dekatku, menatap dengan tajam. Tidak ada cukup cahaya untuk bisa membaca ekspresinya, tetapi

aku merasa tidak nyaman dengan kehadiran dan tatapannya yang tajam. Dia melirik ke arah Ladilli, kemudian menghilang

Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "TAJ - Tragedi di Balik Tanda Cinta Abadi - Bab 1 Part 3"

Terimakasih atas kunjungan anda. Mohon tidak copy paste artikel yg ada di blog ini, terimakasih

 
Copyright © 2015 HimE aiMe - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top