TAJ - BAB 9 - PART 4




--Shah Jahan--


Pernikahanku bukanlah suatu pernikahan yang syahdu dan berkesan. Aku terbangun dalam kekosongan sehabis mabuk oleh irama dundhubi yang menandakan kehadiran ayahku di jharoka-i-dharsan. Fajar, waktu yang sangat kusukai karena kelembutan langit yang tampak manis, datang terlalu cepat. Aku dijemput oleh Allami Sa’du-lla-Khan, para pelayan, para petinggi, dan banyak orang lain untuk dimandikan dan didandani, dipakaikan sarapa yang berhias emas dan berlian. Sebutir batu mirah berukuran besar di turbanku berkilauan bagaikan mata ketiga. Jamdad upacara, yang bertatah berlian dan zamrud, diselipkan di sabuk emas yang melingkari pinggangku. Aku merasa terbebani oleh beratnya perhiasan itu.

Seekor kuda jantan putih sudah menunggu, berkilauan dengan pelana, kekang dan talinya, serta sanggurdi emas. Di sebelahnya ada seorang budak yang membawa payung emas. Upacara ini
dimulai-tabla, seruling, dan sankha bergema dalam kepalaku yang sakit. Kerumunan manusia berbaris di jalan: “Zindabad Shah Jahan. Zindabad.” Untuk apa aku dikaruniai umur panjang?

Para penunggang kuda berderap di sebelah kanan dan kiri, di depan dan di belakangku; tidak ada celah untuk kabur. Kami menunggang kuda menyusuri jalan menuju benteng; ayahku menunggu di istana. Bulu burung elang laut di kepalanya mengangguk-angguk diterpa angin. Dia naik dan berdiri di sampingku, melihat kelelahanku karena anggur dan tidak tidur semalaman. “Ini tidak akan menyakitkan,” dia berkomentar, dan memang lebih berpengalaman dalam hal ini, meskipun dia baru saja merasakan cinta.

Kami berderap bersama. Di depan kami, para budak menebarkan kelopak mawar dalam jumlah banyak, gadis-gadis nautch menari, dan suara genderang semakin lama semakin keras saat kami tiba di harem istana. Aku melihat para perempuan mengintip ke bawah; yang lain menunggu untuk menyambut kami. Para mullah juga, sebagai simbol kesucian, untuk formalitas upacara ini, menunggu di sana. Sebuah pandal-tenda yang besar-berwarna emas telah dibangun di dalam istana. Aku dituntun ke sana dan didudukkan, kemudian sang pengantin muncul dan tiba di hadapanku. Aku belum melihat wajahnya yang masih tertutup oleh beatilha. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan aku merasa, meskipun tamasha mengelilingi kami, dia bisa merasa jika diriku jauh darinya. Tampaknya dia mendesah saat duduk. Tidak seperti umat Hindu, upacara pernikahan umat Muslim berlangsung singkat. Seorang mullah membaca ayat-ayat suci Quran, kami menggumamkan ikrar kami satu sama lain, kemudian berdiri dan menerima restu dari ayahku, sang Sultan.

Hari itu penuh alunan musik, tahan, dan perayaan yang meriah. Ribuan orang bisa menikmati pesta yang hebat, koin-koin emas dan perak dibagikan kepada orang miskin. Para lelaki terhormat datang dalam barisan yang tak terputus, membawa semua hadiah yang bisa dibayangkan: jamdad emas, kotak-kotak berisi berlian, mutiara, zamrud, budak-budak, kuda, gajah, dan harimau berparade tanpa henti di depanku.

Pengantinku masih membisu, kepalanya menunduk, bagaikan sedang meratap. Aku tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Kekakuan yang dingin sudah terjadi di antara seorang pria dan istrinya, dan aku tidak bisa mengenyahkannya. Pada sore hari, dia dijemput dari sisiku oleh para perempuan yang tertawa dan tersipu, untuk menyiapkannya menghadapi malam pengantin.

Saat dia sudah dimandikan, diberi wewangian, dan diberi pengarahan, kemudian berbaring dalam selubung bayangan, para perempuan datang untuk menjemputku. Aku dituntun menuju kamar, pakaianku dibuka, dan dibantu untuk berbaring di sampingnya. Tubuhnya begitu muda dan kencang. Aku bisa merasakan kehangatannya, aroma kulit dan rambutnya.

Aku tahu, pada saat fajar, para perempuan akan terburu-buru masuk dan memeriksa tempat tidur.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "TAJ - BAB 9 - PART 4"

Terimakasih atas kunjungan anda. Mohon tidak copy paste artikel yg ada di blog ini, terimakasih

 
Copyright © 2015 HimE aiMe - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top